3 Hal Tentang Menjadi Dewasa

Semua menjadi dewasa. Menjadi orang dewasa bukanlah hal yang mudah. Menurutku hal ini terjadi karena ada satu masalah utama. Seorang yang sudah ‘dewasa’ memiliki tuntutan untuk mencapai / meraih kesuksesan. Jika dibandingkan dengan anak kecil, orang dewasa diminta untuk menjadi ‘sukses’ dalam hidup. Kita seringkali dibombardir dengan pesan-pesan mengenai apa yang harus kita lakukan dengan baik. “5 hal yang harus kita miliki sebelum usia 30”, dsbnya. Tapi sebenarnya apakah benar kita harus ‘sukses’ dalam hidup? Memangnya ‘sukses’ itu seperti apa sih? Ini perjalananku memahami dan meredefinisikan kembali kesuksesan sebagai orang dewasa. Terbagi dalam tiga poin.


Ibu, sosok dewasa yang sukses.

 

Satu, mendefinisikan kembali sukses.

Dua pertanyaan diatas membuat diriku memikirkan kembali susahnya menjadi seorang dewasa. Kita coba telaah satu persatu. Definisi ‘sukses’ yang paling sering aku temui adalah finansial. Orang dewasa disebut sukses jika telah meraih kemandirian finansial, syukur-syukur kebebasan finansial. Tapi sayangnya kesuksesan ini cepat diraih oleh mereka yang memiliki privilege besar. Punya dua orang tua yang mapan dan paham finansial. Lingkungan keluarga yang harmonis ft. supportif. Tidak menjadi generasi sandwich. Dan sebagainya. Kalau tidak memiliki privilege ini, bisa jadi kesuksesan ini lebih sulit diraih.

Definisi lain yang sering aku dengar adalah mengenai tujuan. Tujuan yang jelas, mempunyai visi-misi dan mimpi. Syukur-syukur kalau mimpinya spektakuler. Berkarir dengan baik. Tapi bagaimana dengan orang yang juga tidak memiliki privilege networking? Bagaimana orang yang dalam kesehariannya saja sudah bingung memikirkan makanan? Bagaimana lagi jika dalam kesehariannya tetap harus mencari atap? Sukses tipe ini belum tentu relevan bagi anda. Terkhususnya jika anda belum memiliki energi lebih untuk terus memikirkan masa depan, karena anda sedang sibuk bertahan di masa kini, hari ini.

Kedua definisi ini bisa jadi benar, bisa jadi tidak. Tapi pada intinya, definisi sukses haruslah kamu cari dan tulis ulang. Ketika kita tidak meredefinisikan sukses, bisa jadi akan memunculkan rasa-rasa tidak pernah puas dan tidak pernah cukup. Kenapa? Karena muncul pembanding-pembanding dalam dirimu. “Mengapa aku tidak bisa sukses finansial ya?” “Kenapa aku tidak bisa memiliki tujuan ya?” Tanpa sadar anda mungkin menjadi terlalu keras terhadap diri anda sendiri. Padahal bisa jadi anda belum punya privilege yang memudahkan jalanmu menuju ‘kesuksesan’ semacam itu. Cari definisi suksesmu sendiri, ambillah alih hidupmu dan cari tahu sendiri apa makna ‘sukses’ bagimu. Berhentilah hidup sesuai dengan definisi / ide yang orang lain terapkan. Cari makna ‘sukses’. Bagiku, poin selanjutnya ini adalah kesuksesan terbesar.

 

Dua, jangan banding-bandingkan diri dengan orang lain.

Membandingkan diri bisa ke atas, ataupun ke bawah. Jika membandingkan diri ke bawah, bisa jadi kita merasa lega karena ‘masih-banyak-orang-yang-tidak-seberuntung-kita’. Sisi positifnya, benar hal ini akan membuat diri kita tenang dan mudah berpuas diri. Tapi sisi negatifnya? Apakah kita akan merasa cukup dan diam saja? Lalu bagaimana dengan potensi-potensi dan mimpi yang kita miliki? Anda akan biarkan saja dan merasa puas dengan hidup kita?

Jika membandingkan diri ke atas, kita akan sadar bahwa akan banyak hal yang tidak kita miliki. Ya benar. Jika membandingkan diri ke atas memiliki dampak yang baik terhadap kondisi dan membuat kita lebih semangat? Selamat untuk anda! Turut berbahagia untuk hal tersebut, namun saya berharap itu tetap konsisten. Namun bagaimana jika tidak? Bagaimana jika proses membandingkan itu membuat kita lebih ‘tidak nyaman’ dan ‘insekyur’ terhadap diri kita sendiri? Perasaan tersebut bisa saja mengganggu performa kita dalam keseharian. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri kita.

Jika kita tidak memiliki kepercayaan diri, tentu saja hal ini dapat mempersulit keinginan kita untuk berani bertindak dan mengambil risiko di hadapan tantangan-tantangan. Kurangnya kepercayaan diri juga bisa menyebabkan rendahnya rasa hormat orang lain kepada diri kita. Sehingga apa solusinya menurut aku? Jangan membanding-bandingkan. Kenapa kok jangan? Karena setiap manusia itu unik. Orang yang diatas kita bisa jadi memiliki banyak privilege seperti: lahir terlebih dahulu. Orang yang dibawah kita juga bisa jadi kalah secara demografis dan networking.

Anda adalah kulminasi pengalaman selama puluhan tahun, kenapa membandingkan diri? Anda adalah cara semesta memaknai dirinya sendiri, kenapa kok menjadikan orang lain tolok ukur kita? Menyadari hal ini menurutku adalah sebuah kesuksesan terbesar. Coba ukur diri kita dengan diri sendiri. “Seberapa jauh kita jika dibandingkan dengan diri kita 10 tahun lalu?” “Apakah mimpiku perlahan-lahan sudah tercapai?” “Apa aja kelebihan dan kelemahanku yang masih aku harus eksplor ya?” “Mungkinkah kita jadi orang sukses?” Bebaskan dirimu dari membanding-bandingkan dengan orang lain. Lampauilah potensimu sendiri. Lalu selanjutnya bagaimana cara melampaui potensi kita?

 

Tiga, terus belajar.

Sebagai seorang dewasa, tentunya kita sadar bahwa waktu itu singkat. Kita harus terus menerus mengembangkan diri dan mengembangkan kemampuan kita jikalau kita ingin mengikuti perkembangan di masyarakat. Hidup terus berubah, demikian pula peran kita di masyarakat. Jadilah seorang pembelajar sepanjang hayat. Pembelajar tidak harus secara formal hingga level doktoral (S3), namun juga secara informal. Carilah informasi dari buku, dokumenter, podcast, sertifikasi, ataupun kelas online.

Apa yang harus kita pelajari? Eksplorasi dari hal yang kamu suka terlebih dahulu. Kembangkan skill spesifik yang memang kamu suka. Seiring berjalan waktu kita akan semakin ahli dalam bidang tersebut, sehingga akan memperbesar kemungkinan kita menjadikan keahlian kita sebagai sebuah komoditas yang dicari oleh masyarakat. Ujung-ujungnya apa? Menjadikan tambahan uang untuk diri kita ataupun keluarga kita kelak.

Kenali juga dirimu, apa yang kamu suka dan apa yang TIDAK kamu suka. Apa yang kamu kuasai, apa yang TIDAK kamu kuasai. Apa yang bisa memperkuat dirimu dan hal-hal yang mampu membuatmu senang dan menikmati hidup lagi. Ambil buku, tulislah. Berhenti gunakan media sosial untuk sejenak, beri waktu otakmu untuk berpikir dan mengurangi level stimulus ekstrim yang diberikan oleh paparan media sosial. Beri dirimu sendiri waktu—penuhi kebutuhan dirimu untuk terus belajar di dunia yang cepat berubah ini.

 



Bonus, jangan lupa tetap bersenang-senang!


Akhir kata di dunia dewasa yang keras, dingin, melelahkan ini, jangan lupakan untuk melepaskan sisi anak-anak yang kita miliki. Hal ini aku pelajari dari The Little Prince oleh Antoine de Saint-Exupéry. Buku tersebut mengajarkan untuk merangkul sisi anak-anak dalam diri kita. Jangan lupa bersenang-senang dalam proses pencarianmu!

Hal lain yang aku maknai adalah bahwa proses dalam hidup ini bukanlah akhirnya. Alan Watts pernah berkata bahwa keberadaan lagu adalah untuk dinikmati. Bukan untuk menjadi yang tercepat selesai, ataupun paling kompleks. Tapi dinikmati. Sama seperti hidup, lagu semesta ini adalah untuk dinikmati dan dirasakan setiap detiknya.

Singkatnya begini: bagiku kesuksesan adalah menjadi seseorang yang tidak membanding-bandingkan, senantiasa terus mengembangkan diri, dan menikmati setiap prosesnya.

Semoga dokumentasi proses berpikir ini dapat memberi pandangan untukmu!


Copyright disclaimer

Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!