Dalam hidup kita pasti berjuang. Ini yang selalu saya teladani dari ayah saya. Ayah saya tidak pernah berhenti berjuang dalam kondisi apapun, termasuk saat ia menghadapi kanker.
Merefleksikan hal tersebut, ketika kita dilahirkan dalam dunia ini, tidak ada pilihan lain bagi kita untuk berjuang.
“To live is to suffer,” — Friedrich Nietzsche
Translate: Hidup adalah penderitaan/perjuangan.
Hanya saja perjuangan masing-masing orang berbeda. Beberapa orang berjuang tentang apa yang harus ia makan besok hari. Beberapa orang berjuang tentang penyakit kronis yang ia derita. Beberapa orang berjuang untuk sekadar bernafas setiap hari.
Dalam berjuang, beberapa orang pun memiliki privilege yang
berbeda.
Orang kaya misalnya. Mereka punya privilege untuk memilih
apa hal-hal yang harus mereka perjuangkan. Entah itu membangun bisnis keluarga,
ataupun fokus membangun bisnisnya sendiri.
Orang pintar misalnya. Mereka punya privilege untuk
menentukan sendiri apa value mereka dan berfokus menjualnya di pasaran.
Orang sehat contohnya. Sehat itu privilege lho. Orang sehat
menentukan sendiri apa perjuangan mereka untuk hari itu.
Rumput tetangga selalu lebih hijau
Hal ini yang aku perhatikan. Bahwa dalam kehidupan sosial,
setiap orang pasti merasa hidupnya lebih berat.
“Enak kamu kaya, kamu bisa beli barang apapun dan semua kebutuhanmu terpenuhi,” ujar si biasa saja.
Mereka mungkin tidak tahu bahwa
orang kaya memiliki beban untuk memikirkan bisnisnya, karena banyak orang yang
menggantungkan nasib padanya. Orang kaya juga sulit mencari pasangan yang
mencintainya. Karena bisa jadi pasangan tersebut mencintai uangnya. Mereka juga
harus berhati-hati dalam memilih teman, karena ada kemungkinan mereka berteman
karena maksud-maksud tertentu.
Belum lagi, ada hal-hal yang tidak bisa dibeli oleh uang.
“Enak kamu pintar, kamu bisa menguasai banyak hal yang kamu ingini,” ujar si biasa saja.
Mereka mungkin tidak tahu bahwa orang pintar
memiliki kutukan untuk harus bermanfaat. Banyak yang menuntut mereka untuk
tetap berkarya dan terus berkarya, bahkan tanpa sedikit pun waktu untuk dirinya
sendiri.
Mereka tidak menyadari bahwa orang pintar sering terpenjara
di pikirannya sendiri.
“Enak kamu good looking, kamu bisa menarik perhatian lawan jenis dengan mudah,” ujar si biasa saja.
Tapi mereka lupa bahwa orang good
looking selalu jadi pusat perhatian, bahkan waktu mereka tidak ingin
diperhatikan. Banyak orang-orang ‘aneh’ yang mendekati mereka.
Mereka tidak menyadari bahwa orang good looking sulit dipuji
karena hal selain looksnya.
Pada intinya, akan selalu ada sisi tidak terduga dari masing-masing
kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Nobody’s perfect. Kamu akan melihat
orang itu sempurna ketika kamu tidak mengenal mereka.
Ganti responsmu.
Jangan sampai dalam hidup ini kita membenci orang lain
karena mereka lebih ‘beruntung’. Jangan sampai dalam perjuangan kita, kita
melupakan semua hal baik yang Tuhan sudah beri pada diri kita.
If you change the way you look at things, the things you
look will change à Wayne
Dyer
Psikolog Amerika, Dr Wayne Dyer ini mengesankan bahwa kita
melihat apa yang kita rasakan.
Di saat kita mengalami sesuatu hal, dan kita merasa dan
berfokus pada penderitaan tersebut, maka itulah yang akan kita lihat. Hal
tersebut membuat kita akan lupa untuk melihat hal-hal baik yang dimiliki.
Jangan berfokus pada privilege-privilege yang orang lain
miliki. Orang lain memiliki perjuangannya sendiri-sendiri.
Sebaliknya, jikalau kita merespon dan mencari makna tentang
hal-hal baik yang bisa kita rasakan, maka hal itulah yang akan kita lihat. Hal
yang kita alami sama. Yang membedakan adalah responnya.
Terdengar klise, tapi berdasarkan pengalaman personalku, ini
nyata. Cobalah. Respon berbeda akan membuat perjuanganmu akan jauh lebih
ringan.
Selamat berjuang untuk hari ini. Terima kasih untuk nafas
yang diberi dan terima kasih untuk segala kesempatannya.
Sama seperti ayahku, ia berjuang menghadapi kanker sampai
selesai. Perjuangannya berhenti saat dia sudah menikmati keabadian. Perjuangan
akan berhenti kalau kita sudah mati.
Jika masih ada nafas dalam paru-paru kita, jangan berhenti
berjuang.
“To life is to suffer, to survive is to find some meaning in the suffering.” — Friedrich Nietzsche
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!