Kenapa rasa percaya itu mahal harganya?
Note: Trust dapat diartikan sebagai kepercayaan, mempercayai, keyakinan, harapan, berharap, tanggung jawab, menaruh kepercayaan, percaya pada (berdasarkan google translate). Namun untuk memperjelas, yang aku maksud disini, trust yang dibahas adalah rasa percaya seseorang terhadap orang lain.
Trust atau kepercayaan (bukan asosiasi dengan agama) adalah hal yang mahal. Itu yang aku dapat ketika mencoba merenungi beberapa bulan terakhir.
Ketika seseorang datang padaku, menceritakan masalahnya, dan meminta saran, itu adalah tanda kepercayaan yang sebenarnya. Bayangkan saja, hal ini seperti orang yang membuka rumahnya untukmu. Lalu ia mengajak kita masuk dan memperlihatkan banyak hal yang ada di rumahnya. Ketakutannya, harapannya, pandangan pribadinya, dan lain sebagainya.
Sebagai seorang Psikolog, inilah yang aku maknai dan menjadi esensi dari sebuah kepercayaan.
Menurutku proses kepercayaan ini terjadi ketika seseorang membuka diri dan mulai memperlihatkan bagian dirinya yang rentan (vulnerable self). Bagian diri yang rentan ini dapat memperlihatkan kelemahan seseorang, serta membuat seseorang dapat terpapar langsung dengan asumsi-asumsi.
Karena itu umumnya orang takut bercerita. Kerentanan itulah yang membuat mereka takut.
Di dunia yang keras ini, untuk apa kita memperlihatkan kelemahan kita? Jikalau ada seseorang yang percaya dan bercerita padamu, kamu istimewa. Sebab, seberapa besar rasa percaya jika bisa seseorang berani memperlihatkan bagian dalam dirinya yang rentan kepadamu?
Mahal, dan tidak bisa diminta.
Karena itu dalam istilah bahasa Inggris, terdapat quotes: Trust is earned. Rasa percaya itu didapatkan. Dalam arti, orang yang percaya kepada orang yang dia anggap layak untuk dipercayai.
Kredibilitas seseorang menentukan seberapa banyak rasa percaya yang diembankan orang lain padanya. Di era digital, rasa percaya adalah sebuah komoditas berharga. Komoditas yang tidak bisa didapatkan secara instan.
Pengingatnya adalah, jangan pernah meremehkan rasa percaya orang kepadamu. Sebab rasa percaya itulah yang akan menjadi komoditasmu di masa-masa mendatang.
Sekali rasa percaya dikhianati, ia tidak akan kembali.
Dalam analogi rumah tadi, bagaimana rasanya jika seseorang yang kamu ajak masuk ke rumahmu mengacak acak ruang tamu mu? Bagaimana rasanya ketika seseorang yang kamu undang melihat bagian terlemahmu malah merusak banyak hal?
Orang bisa merasakan itu.
“Trust is like the air we breathe – when it’s present, nobody really notices; when it’s absent, everybody notices.” Warren Buffett
Translate: Rasa percaya seperti udara yang kita hirup. Ketika ada, tidak ada yang menyadarinya. Ketika hilang, semua orang menyadarinya.
Rasa percaya dan konsistensi.
Ketika hal tersebut diperluas lagi, rasa percaya ini juga isu yang ramai dibicarakan dalam dunia profesional. Jika teman-teman ingin bekerja sama dengan orang lain, pastinya harus memikirkan kembali apakah orang ini layak untuk dipercaya atau tidak.
Apakah orang ini akan mengecewakan?
Apakah orang ini akan lari dengan uangku?
Apakah orang ini akan menghargai rasa percayaku?
Itu adalah pertanyaan pertanyaan sulit yang ada di pikiran orang sebelum ia memutuskan untuk percaya padamu.
Karena itu jangan sekali-kali memainkan rasa percaya yang dimiliki orang kepadamu. Itu adalah komoditas berharga yang tidak dimiliki semua orang.
Rasa percaya dibangun dari sebuah konsistensi.
Sekali kamu dapat dipercaya oleh orang, maka orang dapat merasakan itu dan juga mendekatimu. Namun sebaliknya, jangan terlalu percaya pada setiap orang yang mendekatimu.
Jadilah orang yang bisa dipercayai, namun jangan percaya sembarang orang.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!