Penolakan hanyalah sebuah ilusi.


Siapa yang pernah ditolak cintanya? Pasti sebagian besar orang pernah. Aku sendiri pun berkali-kali merasakan yang namanya ditolak cinta. Di hari itu makan pun tidak lagi menyenangkan. Lagu-lagu galau pun terdengar jauh lebih nikmat. Mendadak jiwa puitis pun langsung keluar dan ingin menunjukkan pada seluruh manusia bahwa diri ini sedang terluka.

Ya itulah rasa-rasanya galau. Tetapi dari pengalaman tersebut, aku merefleksikan kembali bahwa penolakan / rejection hanyalah sebuah ilusi.

Itulah yang akan aku bahas kali ini.

Kenapa penolakan adalah sebuah ilusi? Karena penolakan hanya terjadi dalam pikiran kita. Ia nyata, namun sebenarnya tidak nyata dan sangat bergantung pada cara kita merespons.

 

Penolakan itu negatif atau positif?

Coba refleksikan kembali, menurutmu pribadi apakah penolakan adalah sesuatu yang negatif? Pastilah!

“Karena ditolak itu menyakitkan.”

“Karena ditolak itu memalukan.”

“Karena ditolak itu membuat kita kecewa.”

Tentu saja. Penolakan tidak harus berbicara dalam konteks percintaan. Contoh lainnya dalam konteks mahasiswa dan skripsinya. Teman-teman mahasiswa akhir misalnya, skripsi ditolak oleh dosen pembimbing adalah sesuatu yang menyakitkan.

Mengapa? Karena sudah tidak tidur 3 hari, namun seakan-akan kerja kerasnya tidak dihargai. Kepercayaan diri akan runtuh seketika. Itulah yang membuat penolakan cukup menyakitkan, karena kerja keras tidak dihargai.

Justru itulah yang membuatku menulis ini, untuk meyakinkan bahwa ada cara lain dalam memandang sebuah penolakan.

 

Nilai positif dari sebuah penolakan.

“Ditolak itu menyakitkan!”

Maka jawabanku: Bukankah penolakan tersebut membantu kita tahu bahwa ada sesuatu yang kurang dalam diri kita?

“Ditolak itu memalukan!”

Maka jawabanku: Bukankah semua orang pernah ditolak? Kenapa harus malu?

“Ditolak membuat kita kecewa!”

Maka jawabanku: Bukankah hal tersebut akan segera berlalu? Penolakan tidak akan selamanya.

Jika kita menyerah saat ditolak, maka kita tidak akan mengetahui rasanya sukses. Jika J. K. Rowling menyerah saat satu kali ditolak, maka kita tidak akan mengenal franchise Harry Potter. Franchise yang membuat J. K. Rowling sebagai salah satu penulis terkaya, dan menciptakan dunia sihir yang jadi impian separuh anak-anak di dunia.

J. K. Rowling ditolak belasan kali sebelum bertemu dengan penerbit yang mau mempublikasikan bukunya.

 

Penolakan adalah kesempatan untuk bertumbuh.

Itulah perspektif yang ingin kutawarkan. Bahwa ketika kita ditolak, hal tersebut akan membuat kita punya peluang untuk bertumbuh.

Penolakan akan membuat kita terbiasa menghadapi kegagalan, dan membuat kita beradaptasi pada lingkungan yang baru. Proses tersebut juga akan membuat kemampuan mental kita bertumbuh dan dapat menghadapi tantangan dengan pandangan yang lebih baik.

Misalnya, penolakan terbesar pada saat ditolak cinta. Saat awal-awal ditolak, sedih galau, dan lain sebagainya. Tapi lama kelamaan, proses tersebut jadi hal yang biasa. Ketika ditolak, akan menjadi proses evaluasi.

“Oh aku ditolak ya, karena kenapa ya?”

“Apa ya yang masih bisa diimprove oleh diri sendiri supaya tidak ditolak lagi?”

Dan lain sebagainya.

Contoh kedua saat aku pertama kali public speaking. Dipermalukan habis-habisan. Waktu itu tahun 2007, dan itu pertama kali aku public speaking dan ditertawakan. Saat itu benar-benar malu, namun insights yang kudapat membuatku berkomitmen supaya tidak lagi dipermalukan.

Jika dipandang dengan perspektif yang berbeda, penolakan dapat membuat kita bertumbuh menjadi lebih baik.

Kita bertumbuh seiring berjalannya waktu.

Penolakan adalah katalisator pertumbuhan yang baik.

 

Kesimpulan.

Jika kita tidak pernah mengalami penolakan, kita tidak akan mengalami pertumbuhan. Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa memberi pandangan bahwa penolakan tidak hanya memiliki muatan negatif. Jika kamu sedang mengalami penolakan: tarik nafas, lalu berjuang lagi.

Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari berdiskusi!

Semoga kita dalam keadaan baik.


Copyright disclaimer

Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!