Prioritas /pri·o·ri·tas/ n yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain:
Jika dibandingkan dengan anak-anak, orang dewasa memiliki
yang namanya prioritas. Anak-anak tidak mengenal prioritas, karena memang
anak-anak belum memiliki kepekaan terhadap tanggung jawabnya. Jikalau anak-anak
diberi pilihan bermain atau sekolah, pasti memilih? Bermain.
Anak-anak lebih memprioritaskan bermain karena senang. Tapi
orang dewasa yang memiliki kepekaan terhadap tanggung jawabnya, akan
memprioritaskan sekolah.
Jika dibanding anak-anak, orang dewasa lebih memiliki purpose
/ tujuan. Ada sense of reality. Orang dewasa memiliki suatu tuntutan dan kesadaran
terhadap realitasnya.
Misal, kita semua suka scrolling media sosial sampai ber
jam-jam. Namun jika saatnya untuk bekerja, orang dewasa akan memilih untuk
bersiap-siap dan berangkat bekerja. Sebagaimanapun mereka membenci
pekerjaannya, mereka memprioritaskan kerja untuk mendapatkan uang.
Prioritas. Ada hal-hal tertentu yang didahulukan dan diutamakan
daripada yang lain.
Penting bagi orang dewasa untuk memiliki prioritas.
Energi kita terbatas
Kita sebagai orang dewasa, haruslah memiliki prioritas.
Kenapa? Karena energi kita terbatas.
Waktu sehari hanya 24 jam. Hari-hari yang kita jalani menunjukkan
bagaimana prioritas kita terhadap hidup kita.
Ada yang lebih memprioritaskan pekerjaan,
Ada yang lebih memprioritaskan waktu bersama keluarga,
Ada yang lebih memprioritaskan kuliahnya,
Ada yang lebih memprioritaskan waktu bersama teman,
Ada yang lebih memprioritaskan bisnisnya,
Ada yang lebih memprioritaskan waktu bersama pasangan,
Ataupun ada yang lebih memprioritaskan waktu untuk dirinya
sendiri.
Dan kita tidak bisa memprioritaskan semuanya. Orang bijak
pernah berkata, jikalau kita memprioritaskan semua hal, maka kita tidak punya
prioritas. Karena semua penting, kamu akan menghabiskan waktumu untuk mencoba
melakukan semuanya.
Bayangkan jika dalam 24 jam kalian harus bekerja, spend
waktu bersama keluarga, spend waktu bersama teman, spend waktu bersama
pasangan, belajar, membuat bisnis, dan waktu untuk diri sendiri. 24 jam tidak cukup.
Sepanjang perjalanan kita menuju dewasa, masa-masa SMA, Kuliah,
dan kerja, kita mulai bisa melihat prioritas orang-orang terhadap dirinya. Hal
ini juga bisa terlihat dari hobi dan hal-hal yang banyak menghabiskan waktu.
Ada yang suka ngegym.
Ada yang suka sepedaan.
Ada yang suka lari-lari.
Ada yang suka memasak.
Ada yang suka main musik.
Ada yang suka menulis.
Ada yang suka nongkrong.
Tetapi hampir mustahil ada satu orang yang bisa melakukan
banyak jenis hobi. Bahkan tidak mungkin.
Tidak bisa menyenangkan semua orang.
Menurutku memprioritaskan hal-hal tidak salah. Namun,
prioritas yang kita pilih dapat menentukan ketidakcocokan kita terhadap
orang-orang tertentu.
Sebagai contoh dunia politik Indonesia misalnya. Menjelang
2024, terdapat 3 nama yang berkemungkinan besar akan maju sebagai presiden. Di
setiap nama pasti memiliki kelemahan dan kelebihan.
Hanya saja orang yang memprioritaskan kelebihan salah satu kandidat,
pasti akan membandingkan kelebihan kandidat tersebut dengan kelemahan kandidat
lainnya.
In the end, prioritas apapun yang kita jalani pasti tidaklah
selalu bisa menyenangkan semua pihak.
Karena itu indikator yang terbaik haruslah dari dirimu
sendiri.
Memprioritaskan diri sendiri bukanlah hal yang salah. Kenapa?
Karena satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadap diri kita adalah diri
sendiri.
Bukan bermaksud untuk mempromosikan pandangan individualistis
yang membuat kita tidak peduli dengan orang lain. Bukan. Tapi kamu paham
maksudku kan?
Jangan membiarkan orang lain mendefinisikan prioritasmu.
Sesekali kamu perlu memprioritaskan dirimu sendiri.
Sebagai orang dewasa, dirimu sendiri juga harus masuk dalam
daftar prioritas dirimu.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!