Takut saat public speaking? Ini caraku mengatasinya.

Saya sudah menjalani dunia public speaking sejak 2007. Waktu itu saya kelas 1 SMP, dan menjelang kemerdekaan wali kelas meminta seluruh siswa untuk ikut dalam lomba. Karena saya orang yang cukup payah di olahraga, saya tidak terpilih untuk bermain futsal, basket, voli, atau lomba apapun.

Saya terpilih untuk lomba pidato. Hasilnya? Kamis, 16 Agustus 2007. Pidato terburuk saya. Saya mempersiapkan banyak hal namun sedikit yang keluar. Banyak yang terlupa. Banyak yang tidak memperhatikan saya. Banyak yang menertawakan saya.

Dan sejak saat itu, saya berkomitmen bahwa hal tersebut tidak boleh terulang.

Hal itulah yang membuat saya menekuni dunia public speaking. Tahun demi tahun saya menyempurnakan skill saya. Saat ini saya sudah pernah berbicara di puluhan event, di hadapan ribuan orang yang berbeda.

Kali ini, saya akan membahas apa hal utama yang membuat saya percaya diri ketika melaksanakan public speaking.

 

Terima perasaan itu.

Ketika ditanya, pernah kah grogi? Saya menjawab selalu grogi, bahkan saat menjelang hari H. Bahkan dengan 16 tahun pengalaman ketika saat ini ditulis, di beberapa instansi yang berbeda, saya selalu grogi. Emosi itu adalah sesuatu hal yang wajar.

Kuncinya satu. Terima rasa grogi itu. Terima saja bahwa adalah hal yang normal ketika kita grogi. 

Untuk menerima rasa grogi, kita harus tahu apa hal yang membuat kita grogi. Yang saya pelajari selama 16 tahun saya public speaking saya selalu grogi, tapi penyebab grogi karena hal yang berbeda. Rasa cemas / grogi didasari oleh rasa takut. 

Saat awal-awal saya public speaking, saya grogi karena takut salah. Takut gelagepan, atau istilahnya tidak lancar saat public speaking. Takut ditertawakan. Takut orang tidak perhatian.

Beberapa tahun berikutnya, saya grogi karena takut tidak lucu. Saya takut tidak bisa memberikan analogi yang relevan. Saya takut tidak bisa membuat mereka interested.

Beberapa tahun belakang, saya grogi karena saya takut tidak bisa membuat orang lain ‘paham’. Jadi apakah saya bisa membuat orang lain paham? Bagaimana jika saya tidak bisa memenuhi harapan klien?

Dari beberapa contoh diatas, teman-teman bisa melihat bahwa perasaan takut tersebut selalu ada. Tapi alasannya selalu berkembang sesuai dengan kapasitas saya waktu itu. Sehingga kita tidak bisa menghilangkan perasaan tersebut.

Sekali lagi, itu adalah perasaan manusiawi. Tapi bagaimana cara kita meresponi hal itulah yang membuat kita bisa menghadapi masalah. Cara kita meresponi emosi adalah hal yang membuat kita berkembang.

 

Selalu berlatih.

Saya selalu menggunakan rasa takut tersebut sebagai bahan untuk berlatih dengan keras. Tahap saya membuat presentasi / public speaking sangatlah kompleks.

Sebagai bayangan, ketika saya mendapatkan tugas maka saya akan melalui proses selama 20 jam.

Proses tersebut dimulai dari riset, menyusun draft supaya sesuai dengan tujuan organisasi, mendesain power point, memilih metode interaksi, memilih jokes-jokes apa yang disampaikan, memikirkan gestur tubuh, mempertajam visualisasi, bahkan berlatih berkali-kali.

Di awal-awal saya terjun ke dunia ini, saya berlatih presentasi beberapa kali dengan total 8 jam di depan kaca. Seiring pengalaman, proses tersebut semakin saya kuasai dan persingkat.

Pada intinya adalah itu. Orang orang melihat saya public speaking dengan pembawaan yang keren, luwes, padat informasi dan menarik (kata-kata mereka). Tapi jarang yang melihat bahwa prosesnya sangatlah detail dan kompleks.

Ya itulah hidup. Orang tidak akan pernah tahu proses apa yang kita jalani. Orang-orang akan menghakimi hasil akhirnya.

In the end, jangan menyerah. Tetap berproses.

Lawanlah ketakutanmu dan menanglah.


Itulah dua hal utama yang membuat saya percaya diri ketika melaksanakan public speaking. Semoga bisa membantu!


Copyright disclaimer

Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!