“Siap tidak siap, harus siap,” itu salah satu ajaran orang tuaku yang masih aku ingat. Hal ini aku ingat saat-saat masa kecil, aku pernah diminta untuk memainkan sebuah drama di gereja. Saat itu aku masih SD, dan diminta menghafal sedikitnya 20 lembar skrip cerita. Ya, menghafal. Drama yang dibawakan terkait Simon Petrus dan Andreas.
Latihan demi latihan, ingatanku cukup blur, tapi seharusnya
berjalan dengan cukup baik. Namun H-1 saat menjelang drama tersebut, rasa takut
pun kembali menguasai. Pada saat itulah orang tua mengucapkan kata, “Siap tidak
siap, harus siap,” yang hingga saat ini aku kenang.
Tapi ya benar, saya rasa ketika pernyataan tersebut coba
kita refleksikan, ya kenyataannya kita tidak akan pernah siap. Tidak akan ada
suatu momen dimana kita benar-benar yakin, pasti, akan suatu hal. Yang pasti
kita harus menentukan: “Kita berani atau tidak untuk mencoba?” Jadi
pertanyaannya bukan siap ataupun tidak siap.
Karena memang, hidup tidak menunggu kita siap
Hidup tidak menunggu.
Ya, poin utamanya adalah itu. Hidup tidak menunggu. Hidup
tidak menunggu hingga kita siap. Contohnya sama seperti kompetisi olimpiade
renang. Aba-aba itu selalu ada, kita juga berhak menentukan kesiapan kita
sebaik mungkin. Namun, suka tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap, ketika
satu, dua tiga! Atlit harus langsung turun dan bertanding.
Kalau aku melihat, dalam hidup sering terjadi hal-hal
seperti itu. Hidup tidak menunggu, ia terus berjalan.
Hanya saja jikalau kita terbiasa, kita akan melihat banyak
tanda-tanda ataupun aba-aba yang diberikan kepada kita.
Hati nurani kita pun juga mungkin akan berkata: “Ayo ini lho
saatnya.” Tapi keraguan kita pun aktif, “Ah masa sih, aku lho belum siap.”
Padahal ya itu, hidup tidak menunggu.
Siap tidak siap, harus siap.
Karena kesempatan tidak datang 2 kali.
Ya. Hidup tidak menunggu kita siap. Karena itu hidup
memberikan kesempatan, sesuai dengan pace nya hidup.
Bayangkan saya, hidup berjalan dengan baik. Tiba-tiba ada
peluang untuk mendistribusikan telur dengan jumlah 500kg dalam sehari. Nyata?
Nyata. Diambil atau tidak? Orang-orang akan bergantung dari kesiapannya.
Tapi masalahnya, ketika kita siap, kesempatan tersebut tidak
akan datang lagi.
"Success occurs when opportunity meets preparation" – Zig
Ziglar
Sukses terjadi ketika kesempatan kita bertemu dengan
persiapan-persiapan yang harus kita lakukan. Nah, karena kita tidak bisa
menentukan kapan ‘kesempatan’ itu tiba, maka ‘persiapan’ kita lah yang bisa
kita kontrol.
Jadilah siap dan berani.
Kesempatan tidak datang 2 kali, dan hidup tidak menunggu.
Maka orang-orang dengan keberanianlah yang akan menguasai dunia.
Tapi menurutku keberanian tanpa persiapan adalah hal yang
bodoh. Harus persiapan dulu. Tapi kalau menunggu siap, tidak akan pernah siap.
Sehingga persiapan juga perlu dibarengi dengan keberanian.
Jika kita ibaratkan seperti atlit olimpiade tadi, ya dia
tidak akan menunggu sampai temperatur airnya ideal. “Ih airnya terlalu dingin,”
sehingga ia menolak bertanding walau aba-aba sudah diberikan. Hasilnya? Bye-bye
medali.
Kalau kita menunggu kita ‘siap’, dan tidak memiliki
keberanian untuk melakukannya ya, sama saja tidak akan mendapatkanya.
Bersiap-siaplah setiap saat, karena kamu tidak akan pernah
tahu kapan kesempatan itu datang.
Jika kita sering bersiap-siap, maka muncullah keberanian bagi kita untuk memanfaatkan kesempatan itu.
Stay prepared folks. Tetaplah bersiap.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!