Usaha itu penting.


Bayangkan kamu berada dalam sebuah hubungan. Dan pasanganmu terus berkata “Aku cinta kamu, aku sayang kamu, aku rela mati untukmu.” Itu ia katakan setiap hari. Namun saat kamu sakit, pasanganmu bahkan tidak perhatian atau membelikanmu obat. Pasti itu membuatmu bertanya-tanya, benar nggak sih dia cinta sama aku?

Kalau misal dijawab, “Jauh pak!” Jarak hanyalah angka. Ini alasan jaman dulu banget. Jaman sekarang kita sudah ada jasa online untuk apapun.

Kalau misal dijawab, “Mahal pak!” Maka ada hal-hal lain yang bisa kamu beri dan tidak membutuhkan uang. Perhatian itu gratis. Doa apalagi.

Singkatnya, hari ini ku merenungkan soal usaha. Bahwa orang dinilai bukan dari hal yang mereka katakan, tapi hal yang mereka lakukan. Orang dinilai dari usaha mereka, bukan dari perkataan mereka.

 

Usaha lebih berharga daripada kata.

Usaha yang dimaksud disini adalah effort ya, tindakan nyata. Bukan dalam bentuk toko, warung, apapun yang menghasilkan laba. Bukan. Usaha disini adalah tindakan nyata.

Di poin sebelumnya saya sudah mention di awal bahwa, orang dinilai dari usahanya. Maksudnya bagaimana? Coba lihat analogi pasangan di awal tulisan ini.

Kita menilai pasangan kita sayang itu bukan karena seberapa sering dia mengatakan kata-kata tersebut. Tetapi, kita menilai pasangan kita dari namun seberapa besar usaha yang ia tampakkan.

Singkatnya, usaha adalah sesuatu yang nilainya jauh lebih besar daripada perkataan kita. Hal ini sudah menjadi pandangan yang lumrah di masyarakat Indonesia. Kalau kita kaitkan dengan nuansa tahun-tahun politik, seringkali muncul slogan yang bernadakan: ‘tidak sekadar janji’ ataupun ‘kerja nyata’.

Masyarakat pun bisa menilai bahwa politisi dinilai dari usahanya, bukan dari kata-katanya. Karena itu selalu muncul asumsi kritis di masyarakat: “Hati-hati terhadap janji politisi.” Kenapa? Karena kita tahu usaha / tindakan jauh lebih berharga kepada perkataan.

Karena itu kita pernah mendengar quotes: Action speaks louder than words!”

Yang berarti bahwa usaha / tindakan berbicara lebih nyata dibanding sekadar kata-kata.

Sederhananya, usahamu dan tindakanmu lebih mahal daripada perkataanmu.

 

Usaha = komoditas era digital

Di era digital ini, orang bebas ngomong apapun. Siapapun bebas membuat konten di sosial media tentang apapun. Entah itu dalam mode visual, ataupun mode tertulis seperti yang sedang saya lakukan.

Namun dari perenungkanku, banyak sekali orang yang sekadar berkata-kata. Contohnya, resolusi tahun baru.

Kalau kita bicara resolusi tahun baru, seberapa banyak dari kita yang upload resolusi tahun baru? Sekarang sudah 21 September 2023, 9 bulan menjelang tahun baru. Siapa yang resolusinya sudah tercapai?

Dulu saat awal tahun, kamu merasa ingin lebih kurus. Langsung upload “Gym, here I come.” Kalau kamu ingin kaya, langsung upload: “Baca buku nih guys,” sambil pegang buku finance.

Sekarang sudah 9 bulan menjelang tahun 2024, apa yang mau kita buat? Apakah sepanjang menuju 2024 kita sudah menyiapkan resolusi baru? Atau bahkan di tahun 2024 kita akan menggunakan resolusi tahun 2023 kita yang sudah dibuat di tahun 2022 dan direnungkan di tahun 2021 dan dituliskan di tahun 2020?

Ingin sesuatu, upload story media sosial. Melihat hal-hal galau, upload di story media sosial. Dikit-dikit ingin menjadi apa, langsung disharingkan di medsos.

Sama seperti saya seorang penulis. Saya menuliskan banyak hal-hal yang sifatnya self-development, bukan karena saya asal omong. Tetapi karena saya menjalaninya lebih dahulu. Dan tulisan ini pun jadi reminder buat saya untuk tidak sekadar ngomong.

Kamu bisa membedakan mana manusia yang asal omong atau tidak. Lihat usahanya, jangan omongannya.

Setiap orang bisa berkata setinggi langit, tapi tidak semua orang bisa berusaha setinggi kata-katanya.


Copyright disclaimer

Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!