Hari ini, aku merasa kehilangan arah. Iya. Sayangnya demikian.
Dulu jaman-jaman aku kuliah, dan juga bekerja. Aku sering
mendengar teman-teman pada bilang bahwa aku adalah tipe orang yang tahu apa yang
diinginkan.
Iya memang, pada beberapa hal aku mengetahui apa yang aku
inginkan. Aku juga tidak takut untuk memperlihatkan apa yang aku inginkan.
Tetapi sayangnya, saat ini dunia tidak seideal itu. Saat ini
aku merasa kehilangan arah.
Aku merasa bahwa semua hal yang aku lakukan belum memiliki
manfaat. Aku pun juga merasa bahwa semua hal yang aku lakukan terasa sia-sia.
Ini definisiku kehilangan arah. Dan aku rasa semua orang
pernah merasakannya.
Siapa yang pernah merasa kehilangan arah?
Aku rasa semua orang pasti pernah. Memang kehilangan arah
itu tidak enak. Tetapi aku memutuskan untuk mendokumentasikan perasaan ini, dan
inilah caraku mencoba menemukan arahku kembali.
Arah bisa ditentukan dari penjuru.
Ketika kita berbicara soal arah, salah satu yang paling
teringat adalah arah mata angin. Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan,
Barat Daya, Barat, Barat Laut.
Kalau kita memiliki kompas, arah menjadi mudah untuk
didapatkan.
“Aku ingin ke Selatan!” Ya maka arahkan kompas ke Utara,
lalu berjalanlah ke belakang.
“Aku ingin ke Timur!” Ya maka arahkan kompas ke Utara, lalu
berjalanlah ke kanan.
Dulu saat aku pramuka aku menjadi spesialis mencatat
perjalanan. Berapa langkah ke Utara, berapa langkah ke Tenggara, dan
sebagainya.
Aku sampai menghafalkan urutan arah mata angin. Tetapi suatu
ketika kompasku rusak. Jalan tidak lancar dan tidak mengarah ke utara.
Apa yang harus dilakukan?
Jawabannya sederhana, menentukan penjuru baru.
Dari cara-cara kita mengenal dunia dan cara dunia ini
bekerja, kita pasti memiliki informasi yang paten dimana penjuru baru ini
ditentukan.
Sederhananya? Matahari terbit dari timur. Sehingga dari arah
matahari kita bisa melihat dimana Barat, dimana Timur. Jika malam hari, carilah
bintang Utara ataupun rasi bintang Salib Selatan.
Pada intinya, jikalau kehilangan arah, carilah penjurumu.
Siapa penjuru dalam hidupmu?
Inilah yang menjadi pertanyaan besar selanjutnya.
Jikalau kita kehilangan arah, maka kita perlu berdiam
sejenak dan menanyakan pertanyaan tersebut dengan mindful.
Siapa ya penjurunya? Siapa sih orang yang kujadikan ‘kiblat’
dalam hidup ini? Siapa sih orang yang bisa kujadikan contoh?
Bisa jadi kita melihat ada orang tua, saudara, pacar,
ataupun tokoh terkenal lainnya.
Tetapi kenapa kita tidak pernah memilih diri sendiri menjadi
penjuru?
“Apa hal yang aku sukai dalam hidupku sekarang?”
“Apa hal yang tidak aku sukai dalam hidupku sekarang?”
Catat, dan lakukan dengan baik. Ketika aku kehilangan arah,
dua pertanyaan itulah yang aku tanyakan ke diriku sendiri. Aku tulis, catat,
dan aku bandingkan kedua jawabannya dengan hati-hati.
Percaya atau tidak, hati ini sudah tahu jawabannya.
Proses kehilangan arah hanyalah keinginan mencari validasi.
Validasi atas perilaku kita. “Yang sudah kulakukan benar
atau tidak ya?”
Itulah pemaknaanku.
Sehingga jikalau aku merasa kehilangan arah, jangan-jangan
aku tidak kehilangan arah.
Mungkin aku hanya takut tersesat.
Kesimpulan
Jikalau kamu merasa kehilangan arah, cari penjurumu. Entah
itu dari orang lain, ataupun dirimu sendiri.
Berhenti sebentar tidak apa-apa, meragukan diri pun juga
tidak apa-apa.
Asal, kita harus tetap maju.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!