Siapa yang pernah merasa waktu berjalan dengan sangat cepat?
Tidak terasa hari ini sudah seminggu aku di Balikpapan. Aku
berangkat Senin, 25 September 2023, dan hari ini, Minggu, 1 Oktober 2023 aku bertolak
kembali ke Surabaya.
Yang kurasakan saat ini sederhana. Waktu berjalan dengan
sangat cepat ya? Tidak terasa hari demi hari dilalui dengan banyak aktivitas,
pagi kemana, siang kemana, sore kemana, malam kemana, dan seterusnya. Besok
merencanakan kemana, dan di sela-sela hari ini, kita juga membahas soal
kemarin.
Kemarin, hari ini, besok, besok lusa, minggu depan, adalah
kata-kata yang diciptakan manusia.
Kata-kata tersebut diciptakan untuk mengelola sumber daya
terpenting yang memang kita miliki.
Waktu.
Waktu sebagai sumber daya.
Waktu adalah sebuah sumber daya. Dan sama seperti sumber
daya lainnya, waktu itu terbatas. Bukan karena waktu ini bisa habis, bukan.
Tetapi dari pandanganku, keterbatasan manusia terhadap waktu
bukan dari nature waktu sendiri.
Waktu sebagai sebuah entitas mandiri adalah sumber daya yang
sangat berlimpah dan mendekati tidak terbatas.
Bayangkan saja, semesta ini sudah berjalan selama 13 miliar
tahun. Dan berdasarkan fakta sains, kemungkinan besar akan berjalan lama lagi
hingga ratusan miliar tahun kedepan. Waktu adalah sumber daya yang sangat
berlimpah.
Yang membatasi adalah persepsi kita.
Sebab manusia terbatas.
Rerata usia manusia mencapai 60 tahun, jika beruntung bisa
sampai 70, 80, 90, dan bahkan 100. Itulah keunikan hubungan antara manusia dan
waktu.
Manusia terpenjara oleh waktu.
Walau waktu sudah berjalan selama 13 miliar tahun, dan akan
bertambah, namun manusia tidak memiliki kendali atas jalannya waktu.
Detik akan berjalan demi detik. Kita tidak bisa mempercepat
ataupun memperlambatnya. Berjalan saja. Dan, detik yang sudah berulang tidak
bisa kembali lagi.
Kalau kita bicara sumber daya lain, minyak misalnya. Manusia
dapat menabung minyak. Kita menggali minyak sebanyak-banyaknya, kita menyiapkan
sebuah tangki untuk diisi dengan minyak, kita juga mendistribusikan minyak.
Kita tidak menghabiskan semuanya dalam hari itu, hanya saja kita menyimpannya
untuk dipakai di kemudian hari.
Sama seperti sumber daya lain, uang misalnya. Kita terbiasa
menabung. Semua yang kita dapat hari ini, tidak perlu kita habiskan sekarang.
Besok bisa kita habiskan. Besok bekerja lagi, mendapat lagi, kita tabung lagi.
Inilah perbedaan waktu dengan sumber daya lainnya.
Waktu tidak bisa disimpan.
Dalam sehari ada 24 jam, dalam satu jam ada 3600 detik. Berarti
dalam satu hari ada 86.400 detik. Kita tidak bisa menyimpan detik hari ini
untuk digunakan besok, kita juga tidak bisa menggunakan detik yang lalu di hari
ini. Tidak bisa.
Waktu lebih berharga daripada uang.
Waktu jauh lebih berharga daripada uang ataupun sumber daya
lain.
Bayangkan saja jika uang memiliki signifikansi sama seperti
waktu.
Dalam sehari kamu mendapatkan 86.400 dolar (setara 1,2
miliar rupiah). Dan habis tidak habis, besok akan mendapatkan jumlah yang sama,
dan uang yang tersisa hangus.
Dengan perspektif berikut, kamu akan berusaha menghabiskan
uang sebaik mungkin bukan? Karena habis tidak habis, kamu akan mendapatkan
jumlah yang sama.
Sekarang kamu memandang waktu dengan berbeda bukan?
Karena itu dalam satu hari, berapa detik yang benar-benar
kamu habiskan dengan penuh makna? Atau sekadar scrolling medsos? Sekadar
mengikuti gosip terkini?
Sudahkah detik hari ini kamu habiskan untuk mengejar
produktivitas?
Sudahkah detik hari ini kamu habiskan untuk memprioritaskan
hal-hal yang penting?
Sudahkah detik hari ini kamu habiskan untuk menyayangi
orang-orang terdekatmu?
Sudahkah detik hari ini kamu habiskan untuk hidupmu?
Sudahkah detik hari ini kamu habiskan untuk menyayangi
dirimu?
Kesimpulan
Tulisan ini dibuat untuk memberi perspektif yang berbeda
soal waktu. Waktu sama berharganya dengan uang, dan bahkan lebih berharga
karena ia tidak bisa ditabung dan disimpan dan digunakan lain hari.
Waktu terbaik adalah sekarang. Semoga tulisan ini bermanfaat
ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!