Dua filosofi game.


Aku ini orangnya introvert. Dan caraku me re-charge energi sama seperti kebanyakan orang. Yakni bermain game. Banyak orang yang tidak percaya bahwa aku orang yang suka bermain game.

Game nya pun game sederhana dan tidak rumit. Karena hidup ini sudah rumit, ngapain main game yang rumit? Itu pikirku. Karena itu game-game yang kumainkan di PC lebih bersifat santai, tidak terlalu banyak mikir.

Game yang kumainkan di HP pun lebih banyak berjeniskan idle game, yang hanya perlu dibuka setiap 2 jam sekali saja. Tetapi justru dari game aku banyak belajar, dan itulah topik perenunganku hari ini. Game.

Karena itu, hari ini aku akan membahas dua filosofi (ataupun manfaat) sebuah game. Kali ini, filosofi ini kudapatkan dari dua games favorit yang sering kumainkan. Yakni: Warcraft III dan Factorio.

 

Satu, game adalah proses belajar.

Dulu waktu kecil, game adalah antitesis terhadap belajar. Orang tua selalu marah jikalau kita tidak mengerjakan PR, namun malah bermain game. Tapi menurutku game adalah proses belajar.

Kesadaran ini dimulai ketika Senin lalu aku sempat ngobrol dengan pacarku. Ia sedang mempersiapkan diri mengajar bahasa Inggris untuk muridnya yang kelas 3 SD. Ia pun tiba-tiba berdecak kagum. “Keren yo.”

“Hah kenapa?” Jawabku. Ternyata ia terkesima dengan grammar dan juga struktur dalam bahasa Inggris. Setelah melihat ke laptopnya, ternyata mengajari anak bahasa Inggris sangatlah rumit. Tidak semudah itu.

Tetapi bagiku, aku benar-benar lupa proses belajar bahasa Inggris. Satu-satunya yang kuingat ya bermain game dalam bahasa Inggris. Warcraft III meningkatkan kosakataku melalui ceritanya yang menarik.

Sekarang, aku bisa membaca dan berbicara dalam Inggris dengan lancar (walaupun masih medok).

Game adalah proses belajar. Perkara itu positif ataupun negatif, itulah tantangannya. Kita bisa belajar bahasa Inggris dari game, tapi juga bisa belajar kata-kata kasar yang tidak senonoh. Disitulah peran pribadi menentukan.

Jika para pembaca adalah orang tua, maka peran orang tua lah yang membantu terciptanya pembelajaran positif di anaknya saat bermain game.

 

Dua, game adalah tempat berlatih.

Salah satu tipe game yang aku senangi adalah simulasi ataupun manajemen. Salah satu games yang aku paling suka adalah Factorio.

Di Factorio, kita berperan sebagai seorang pengelana yang terdampar di sebuah planet. Kita harus memanfaatkan sumber daya yang ada (batu, kayu, bijih besi dan tembaga). Sumber daya tersebut diolah, sehingga bisa menciptakan sebuah roket dan membawa kita pulang.

Disitu, kemampuan logika kita diuji. Games tersebut berfokus pada penghitungan matematis, juga kemampuan pengelolaan sumber daya. Sense logistik dan logika berpikir pun berperan.

Kita tidak bisa membuat semuanya secara manual karena game tersebut mengedepankan otomasi. Disitulah kemampuan problem solving dan agility kita terasah. Baik berpikir kritis ataupun kreatif.

Sebagai perbandingan, pertama kali aku bermain aku menamatkan game tersebut dalam waktu 70 jam. Waktu tersebut dihitung dari awal permainan sampai terciptanya roket yang canggih. Di gameku yang kedua, aku menuntaskannya dalam waktu 16 jam.

Dari dua games tersebut, kita dapat melihat bahwa game melatih diri kita. Dalam hal ini, problem solving, kepekaan dan ketangkasan tertentu.

 

Kesimpulan

Itulah dua perenunganku soal game. Dua manfaat tersebutlah yang melatih diriku hingga sekarang.

Aku mendapatkan banyak ilmu, serta mendapatkan banyak kemampuan karena game.

Tetapi harus berhati-hati, ilmu dan kemampuan tersebut juga bisa positif ataupun negatif.

Semoga tulisan ini bermanfaat ya!

Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari berdiskusi!

Semoga kita dalam keadaan baik.

 

Copyright disclaimer

Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!