Kemarin malam tiba-tiba jadi hari yang cukup membuatku khawatir. Khawatir tentang apa? Pastinya tentang masa depan. Dan saya rasa semua orang pernah merasakan hal tersebut.
Misalnya, khawatir akan apa yang sedang kita lakukan. “Apa
yang kita lakukan sudah cukup ndak ya?” “Apa yang kita lakukan sudah benar
belum ya?” “Apa yang kita lakukan tepat sasaran ndak ya?”
Contoh lainnya, khawatir akan sesuatu yang belum pasti. “Duh
besok apa yang terjadi ya?” “Aduh, kalau misal besok ada seperti ini aku sudah
siap belum ya?” “Apa yang terjadi kalau besok tidak begini dan begitu?”
Tapi pada intinya, setiap orang pasti pernah khawatir. Dan
itu wajar. Melalui tulisan ini aku ingin mengingatkan bahwa khawatir itu wajar,
namun jangan sampai berlarut-larut dalam kekhawatiran.
Kita khawatir karena cara pandang kita.
Kekhawatiran tersebut terjadi karena kita tidak bisa
memiliki kepastian akan masa depan. Misal kita ingin A, kita khawatir
jangan-jangan kita akan mendapatkan B.
Sesederhana itu. Kita khawatir karena takut realita tidak
berjalan sesuai ekspektasi kita.
Tetapi pola pikirnya justru kubalik lagi dengan tajam.
Seberapa sering kamu khawatir dan hal yang kamu khawatirkan terjadi?
Coba catat benar-benar dan coba pikirkan baik-baik. Misalkan
kamu bisa mencatat 5 kejadian seperti berikut. Oke. Lalu aku bertanya
selanjutnya.
Seberapa sering kamu khawatir dan hal yang kamu khawatirkan
justru tidak terjadi? Sebagian besar orang pasti tidak bisa menyebutkan.
Tujuanku bertanya adalah untuk mengonfirmasi kembali,
seberapa sering hal yang kita khawatirkan tidak terjadi? Seberapa sering hal
yang kita khawatirkan terjadi?
Kemungkinan besar akan menjawab: “Yang kukhawatirkan selalu
terjadi!”
Apa iyah?
Kita punya kecenderungan untuk mengingat hal-hal traumatis,
sehingga wajar mengingat kejadian-kejadian negatif tentang kekhawatiran yang
pernah kita lalui.
Manusia cenderung khawatir terhadap hal-hal negatif. Sah-sah
saja. Namun jika hal negatif tersebut tidak terjadi kita merasa “Ya sudah,” dan
merasa memang seharusnya berjalan demikian.
Sehingga kita melupakan cara pandang positif dan mensyukuri
jika hal tersebut tidak terjadi.
Ada waktunya, cek probabilitasnya.
Salah satu alasanku supaya tidak perlu khawatir adalah
karena segala sesuatu ada waktunya.
Ada waktunya senang? Ada.
Ada waktunya sedih? Ada.
Ada waktunya kecewa? Ada.
Ada waktunya marah? Ada.
Semua ada waktunya.
Karena itu, ada waktunya kekhawatiran tersebut pasti
terjadi, ada waktunya kekhawatiran tersebut tidak terjadi. Kemungkinan
sebenarnya sih 50%-50% aja.
NAH. Tetapi, seringkali jikalau kita khawatir seakan-akan
merasa 95% pasti terjadi, dan 5% tidak terjadi. Ketimpangan inilah yang membuat
kita cemas saat khawatir.
Sebaliknya, ada peluang 50% kekhawatiranmu tidak terjadi. Probabilitasnya
sama. Semesta itu adil dan tidak memihak.
Ada waktunya kekhawatiranmu akan terjadi, sebaliknya, ada
waktunya kekhawatiranmu tidak akan terjadi.
Tetapi jikalau kamu merasa terlampau cemas, khawatir, hingga
membutuhkan bantuan klinis, harap cek ke profesional ya!
Kesimpulan
Tujuan penulisan kali ini cukup sederhana. Di era yang cepat
ini sangatlah wajar jikalau kita khawatir. Kita khawatir 2 tahun lagi akan
terjadi sesuatu yang berbeda, sehingga yang kita kerjakan tidak lagi relevan.
Sah-sah saja kok. Tetapi jangan sampai kekhawatiranmu
melupakan berkat-berkat lain yang sudah kamu terima.
Jangan khawatir ya! Semoga tulisan ini bermanfaat.
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!