Dari semua hal yang ada di muka bumi ini, satu-satunya hal yang tidak pernah rugi adalah belajar. Karena memang hidup ini penuh dengan proses belajar.
Coba bayangkan, dari kecil kita belajar melihat, belajar
berjalan, dan belajar berbicara. Lalu seiring berjalan waktu kita mulai belajar
untuk memahami bagaimana cara dunia ini bekerja.
Pertama kita belajar soal angka, tambah, perkalian, hingga
tahap yang kompleks seperti kalkulus. Di Indonesia, proses belajar dari
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi membutuhkan waktu 18 tahun.
2 tahun Taman Kanak-Kanak (TKK), 6 tahun sekolah dasar (SD),
3 tahun sekolah menengah pertama (SMP), 3 tahun sekolah menengah atas/kejuruan
(SMA/SMK), 4 tahun kuliah. Total 18 tahun belajar.
Apa tidak capek kah?
Kenyataannya, setelah pun kita lulus kita juga semakin sadar
bahwa banyak hal yang harus kita pelajari diluar sekolah.
Cara berteman, cara mendekati lawan jenis, cara menghargai
orang tua, cara membangun koneksi / networking, cara membangun personal
branding, cara membangun bisnis, cara merawat anak, dan lain sebagainya.
Manusia adalah pembelajar sepanjang hayat.
Sehingga, belajar tidak akan pernah rugi.
Belajar itu hanya sulit di awal.
Aku belajar dunia Psikologi sejak 2013. Aku masih mengingat
kesulitan menghafalkan dan memahami teori teori yang kompleks.
Singkat cerita, 10 tahun kemudian, aku menjadi seorang dosen.
Semua teori pun terasa mudah untuk diingat dan direfresh, karena adanya
pemahaman akan konsep dasarnya.
Terlebih lagi, untuk teori-teori yang pernah aku terapkan
secara langsung, pemahaman tentang teori itu semakin diperdalam.
Tetapi pada intinya melalui cerita singkat ini, belajar
hanya sulit di awal. Belajar S1, S2 dan Profesi total 9 tahun, menghasilkan
pemahaman yang terus teringat sampai sekarang.
Ketika belajar ataupun mengulang konsep lain, pandanganku
tentang hal tersebut semakin diperkaya.
Sehingga yang dulu membutuhkan waktu 4-6 jam untuk memahami,
kini hanya tersisa 15-30 menit saja untuk refresh. Ini perbedaan perspektif
yang aku rasakan.
Belajar memang tidak mudah, tetapi tidak akan pernah rugi.
Tetapi memang, belajar itu sulit!
Ya, karena belajar adalah bentuk menunda gratifikasi instan.
Menunda gratifikasi adalah konsep yang terkenal di dunia
Psikologi.
Delay of gratification, adalah sebuah tindakan
menahan keinginan terhadap hadiah yang saat ini tersedia, dengan harapan untuk
mendapatkan suatu hadiah yang lebih besar di masa depan.
Salah satu eksperimen psikologi tentang ini adalah stanford
marshmallow experiment tahun 1972. Silahkan cari di youtube, banyak
yang sudah mereplikasi.
Tetapi sederhananya, anak-anak didudukan di suatu ruangan
dan dihadapannya ada satu buah marshmallow. Lalu peneliti yang berperan sebagai
orang dewasa berkata: “Kalau kamu bisa tahan tidak memakan marshmallow ini,
akan aku kasi satu lagi ketika aku kembali.”
Sehingga anak yang berhasil menahan diri dan tidak segera
memakan marshmallow tersebut akan mendapatkan dua buah marshmallow.
Seperti yang dikira, ada yang langsung memakannnya. Ada yang
berhasil menahan diri.
Ini cukup menarik, karena menghasilkan suatu kesimpulan
bahwa kemampuan seseorang untuk menunda kesenangan sesaat memprediksi kesuksesannya
di masa mendatang.
Belajar, adalah proses menunda gratifikasi. Waktu bisa
dihabiskan untuk bermain game, bersenang-senang ke kafe, jalan-jalan. Itu
adalah gratifikasinya. Tetapi jikalau memilih belajar, berarti kita menunda
kesenangan sesaat untuk masa depan yang lebih baik.
Itulah yang membuat belajar sulit dilakukan sekarang. Karena
dampaknya tidak dirasakan secara instan.
Kesimpulan
Belajar tidak akan rugi. Apapun ilmu yang kita pelajari,
menjadi sebuah bekal bagi kita untuk digunakan di masa depan.
Jangan berhenti di teori, tetapi mulai terapkan sebaik
mungkin. Belajar memang sulit, tetapi belajar adalah investasi yang tidak akan
merugikan.
Karena itu dimanapun kamu berada, jangan berhenti belajar.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!