Kemarin malam aku menyempatkan diri berbincang dengan salah satu senior di jamanku berkuliah di Ubaya.
Perbincangannya sederhana. Kita terakhir ngobrol di tahun
2017, sehingga kita memutuskan untuk update soal kehidupan selama 6 tahun hanya
dalam jangka waktu 60 menit saja.
Bayangkan, 1 tahun untuk setiap 10 menitnya. Betapa
banyaknya update kehidupan yang harus dijalani.
Semua dimulai dari cerita-cerita sederhana kita soal proses
setelah kuliah. Mencari keseimbangan antara idealisme dan realita.
Selama 60 menit, inilah 3 hal yang aku pelajari dari diri
dan ceritanya.
Satu, nekat itu perlu.
Nekat bukan dalam arti kriminalitas ya. Tetapi lebih ke
keberanian untuk keluar dari zona nyaman.
Terkadang kita sebagai manusia terjebak dalam tempat yang
bernama zona nyaman. Zona nyaman ini sangat menipu. Karena zona nyaman akan
membuat kita melupakan hal-hal besar yang menjadi keprihatinan kita.
Aku terinspirasi dari caranya nekad ke suatu kota yang baru
tanpa mengenal siapapun sebelumnya. Ini menjadi perspektif yang menarik.
Ada YouTuber terkenal bernama “Yes Theory” yang pernah
membahas tentang ini. Mereka memiliki slogan “Seek discomfort.”
Pandangannya cukup menarik, bagaimana sebagai manusia kita
harus sering mencari hal-hal yang membuat kita tidak nyaman.
Tetapi ini perspektifku ketika mendengar ceritanya dia,
hal-hal yang diluar zona nyaman akan membuat kita bertumbuh.
Dan hal itu tidak akan terjadi jikalau kita tidak nekad
keluar dari zona nyaman.
Dua, selalu ada jalan.
Hidup sebagai pekerja kreatif memang melelahkan, itu yang
kudapat dari ceritanya. Tetapi justru darisitulah kita belajar untuk melihat
peluang yang berbeda.
Aku melihat banyak sekali peluang-peluang yang didapatkan
ketika kita mencoba membuka mata kita lebih jauh lagi.
Peluang apa yang dimaksud?
Peluang untuk melewati jalan-jalan tertentu.
Pintu selalu ada. Hanya saja kita perlu punya keberanian untuk
mengetuknya.
Pintu selalu ada. Hanya saja ketika pintu tersebut dibuka,
beranikah kita melaluinya?
Ia pun menjelaskan masa-masanya terjun di dunia fotografi.
Dunia fotografi mengarahkannya pada dunia videografi. Dunia videografi
mengarahkannya pada dunia 3D.
Tetapi pada intinya, akan selalu ada jalan selama kita
konsisten.
Tiga, perspektif untuk selalu bertumbuh.
Ia pun juga sempat membahas soal sosial mediaku dan apapun
yang sedang aku kerjakan. Dan ia menawarkan perspektif yang cukup sederhana.
Singkatnya, selain berkarya, kita juga harus punya
mentalitas bertumbuh.
Jadi selain juga menelurkan ide-ide hebat, kita juga harus menyempatkan
waktu untuk mengembangkan diri.
Aku pun jadi teringat filosofi Jepang yang aku paling suka.
Kaizen. Continuous improvement.
Pengembangan berkelanjutan.
Jadi dari setiap saat, mindset kita juga harus bagaimana
cara mengembangkan diri.
Mengembangkan diri dengan perspektif tunggal, supaya kita
bisa bertumbuh dan tetap bermanfaat untuk orang lain.
Karena di era yang serba cepat ini, manusia tidak punya
pilihan lain untuk bertumbuh.
Di era serba cepat ini, adaptasi saja tidak cukup. Kita juga
harus bertumbuh.
Ini yang ia contohkan dari perubahan algoritma sosial media.
Sebagai orang yang berkecimpung di dunia digital, ia menjelaskan bahwa setiap
sosial media memiliki algoritmanya sendiri.
Ia pun menjelaskan bahwa setiap sosial media memiliki tantangan
tersendiri yang membuatnya harus selalu menyesuaikan strategi.
Bertumbuh.
Kesimpulan
Dari obrolan sederhana, aku mengingat kembali hal yang
paling suka kulakukan kuliah. Diskusi.
Dari diskusi sederhana soal hidup ini, akupun mendapatkan
banyak sekali insight.
Insight ini aku tuangkan ke dalam tulisan, menjadi sebuah
catatan atau dokumentasi evolusi perspektifku sendiri.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!