Aku ini pemimpi. Aku selalu memimpikan aku mendapatkan sesuatu. Misal nih, aku mimpi mendapatkan 750 juta. Maka aku memimpikan bagaimana caraku menghabiskannya, persenannya berapa, langsung kepikir untuk budgetting. Lalu memikirkan bisnis apa yang kujalani.
Enak banget ndak sih?
Tapi hari ini aku tiba-tiba terpikir ya. Bahwa sebenarnya
hal tersebut bukanlah hal yang baik. Karena itu adalah angan-angan. Sesuatu
yang masih ada di awan-awan, dan belum tentu terjadi.
Katakanlah tadi soal 750 juta. Aku hanya bermimpi bisa
mendapatkan jumlah tersebut. Tetapi aku hanya memimpikan hal tersebut. Sehingga
angka tersebut hanyalah sebuah angan-angan.
Dan itu mungkin jadi pusat perenunganku hari ini. Bahwa bermimpi
menjadi kaya, dan berusaha menjadi kaya adalah hal yang berbeda.
Kalau kita bermimpi, juga harus berusaha untuk mewujudkan.
Pemimpi hanya akan berhenti di angan-angan
Mungkin terdengar keras, tetapi iya. Kita tidak bisa
memimpikan sesuatu dan lalu berharap Tuhan akan mewujudkannya. Tidak bisa.
Jikalau kita adalah seorang petani, dan kita bermimpi supaya
ladang ini berhasil panen. Maka langkah pertama kita harus menanam terlebih
dahulu! Kita tidak bisa berharap ladang ini berhasil panen, jikalau sedari awal
kita tidak menanam.
Singkatnya, mimpi yang kita bangun juga harus disertai
langkah-langkah menuju hal tersebut.
Misalnya, aku bermimpi menjadi seorang penulis yang sukses
dan karyanya dikenal banyak orang. Hal itu tidak akan terjadi kalau aku tidak
menulis. Ya kan?
Tanpa disadari, kita sudah punya kepekaan bahwa mimpi tidak
akan terwujud jika tidak ada usaha. Aku ingin menekankan hal tersebut kembali.
Mimpi yang direncanakan dengan baik, berubah nama menjadi
tujuan.
Tujuan harus bisa diukur: metode SMART.
Karena itu ketika aku memiliki tujuan, aku juga harus bisa
mengukurnya. Jangan tiba-tiba bermimpi “Aku ingin kaya!” Itu adalah mimpi yang
tidak jelas tujuannya.
Sesuai namanya, SMART terdiri dari: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-Based. Sehingga kita mendetailkan tujuan tersebut dengan 5 tahapan tersebut. Kita coba satu-satu ya, katakanlah kita memiliki mimpi: “Aku ingin kaya!” Kita akan coba mendetailkan mimpi tersebut menjadi sebuah tujuan.
Mari kita coba!
Specific (spesifik). Maka mimpi tersebut harus
didetailkan lebih spesifik. Kamu ingin kaya seperti apa?
Misalkan: “Aku ingin memiliki aset sebanyak 2 miliar.”
Itu lebih spesifik. Dari yang semula konsep abstrak tentang ‘kaya’ kita
detailkan lagi.
Measurable (terukur). Tujuan sebelumnya, bisa kita
berikan tambahan supaya lebih terukur.
Dengan tambahan “…dengan pendapatan 100 juta / bulan.”
Tujuan tersebut semakin mudah diukur.
Achievable (dapat digapai). Tujuan sebelumnya, bisa
kita tambahkan lagi cara-cara mencapainya.
Misalkan: “…pendapatan total 100 juta / bulan melalui
beberapa cara.” Karena pendapatan 100 juta / bulan sulit didapatkan dari
gaji. Harus ada beberapa pintu.
Relevant (sesuai dengan kemampuan). Tujuan sebelumnya,
perlu disesuaikan dalam konteks dirimu.
Misalkan: “… yakni: Menulis, mengajar, dan membuat
konten.” 3 hal ini sesuai atau relevan dengan diriku. Jangan menyimpang.
Timely (urgensi waktu). Tujuan sebelumnya, perlu
ditambahkan waktu.
Misalkan: “…dan bisa dicapai setidaknya 2 tahun lagi.” Menambahkan
urgensi deadline.
Kesimpulan, mimpi dan tujuan sangatlah berbeda.
Dari yang semula aku bermimpi: “Aku ingin kaya!”
Melalui metode SMART, aku bisa memiliki tujuan: “Aku ingin
memiliki aset sebanyak 2 miliar, dengan pendapatan total 100 juta / bulan
melalui beberapa cara, yakni: Menulis, mengajar, dan membuat konten dan bisa
dicapai setidaknya 2 tahun lagi.”
Kamu melihat perbedaannya bukan?
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!