Hidup kita kompleks.
Itu yang menjadi emosiku hari ini. Aku menyadari bahwa
hidupku kompleks, penuh dengan cerita yang tersampaikan ataupun yang tidak
tersampaikan.
Hal ini muncul ketika aku siap-siap membawakan materi di
sebuah sesi public speaking.
Pada kesempatan itu aku menjelaskan bahwa story adalah
bagian yang sentral dalam public speaking.
Sentral sekali.
Lalu di saat itulah aku juga merasa bahwa setiap orang
memiliki ceritanya masing-masing.
Dan aku melihat bahwa setiap orang memiliki cerita yang
kompleks.
Mereka adalah orang yang asing bagiku, bukan teman, bukan
siapa-siapa. Baru saja kenal. Namun dalam sekilas aku menyadari bahwa mereka
juga manusia.
Manusia yang memiliki kehidupan yang sama kompleksnya dengan
aku.
Sonder.
Sonder (n.) the realization that each random passerby is
living a life as vivid and complex as your own—populated with their own
ambitions, friends, routines, worries and inherited craziness—an epic story
that continues invisibly around you.
Translate: Sebuah kesadaran bahwa setiap orang yang lewat di
hidup anda menjalani kehidupan yang sama-sama kompleks seperti dirimu. Mmeiliki
ambisi, teman, rutinitas, kekhawatiran, dan memiliki sebuah cerita yang
kompleks seperti kamu.
Ya, dalam sekilas, aku mengalami yang namanya sonder. Aku
menyadari bahwa setiap orang memiliki cerita yang kompleks.
Sehingga, ketika aku membawakan materi tersebut, aku menjadi
peduli dengan diri mereka.
Aku tidak melihat mereka sebagai sebuah figuran dalam
ceritaku, tetapi sebagai tokoh utama dalam ceritanya masing-masing.
Dan aku mendoakan mereka sukses dengan ceritanya
masing-masing.
Mereka punya cerita masing-masing, kita juga.
Mereka punya kekhawatiran masing-masing, kita juga.
Sehingga ketika kita berpapasan dengan orang asing, langkah
terbaik adalah mendoakan.
Satu orang, ragam cerita.
Sebagai Psikolog, inilah fakta yang aku sadari. Bahwa ketika
aku menghadapi seorang klien, aku menghadapi tokoh utama dalam ceritanya.
Kekhawatiran, ambisi, rutinitas, masalah-masalah,
perspektifnya, kesendiriannya.
Dan aku menyadari bahwa kompleksitas itulah yang mereka
bangun, berdasarkan pengalamannya masing-masing.
Dan aku semakin menghargai setiap orang. Mengapa? Karena aku
tahu mereka punya pengalamannya masing-masing.
Aku juga berhati-hati ketika berkata-kata kepada orang lain.
Mengapa? Karena bisa jadi, perkataanku adalah salah satu hal sensitif yang
menjadi bagian hidupnya.
Aku juga semakin berhati-hati ketika memberi saran kepada
orang lain. Mengapa? Karena saranku bisa jadi tidak sesuai dengan konteks
hidupnya dia.
Karena hidup ini kompleks.
Kamu dan orang lain, sama-sama kompleks.
Perspektifnya masing-masing.
Aku berusia 28 tahun. Kamu mungkin berusia lebih muda,
ataupun lebih tua.
Tapi yang jelas, dari usia 28 tahun tersebut aku membawa
pengalamanku sebanyak 28 tahun. Kamu juga membawa pengalamanmu sekian tahun.
Dari jumlah waktu tersebut, membuatku memandang setiap
manusia dengan cara yang berbeda.
Jika ada ketidaksetujuan dari cara kita berpikir, itu karena
kita membawa pengalaman selama bertahun-tahun.
Ingat, kita adalah expert di hidup kita sendiri.
Sama, orang lain adalah expert di hidup mereka.
Karena itu salinglah menghargai cerita orang lain.
Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang mereka hadapi.
Kesimpulan
Seringkali kita meremehkan orang lain dan usahanya, karena
kita tidak menyadari bahwa hidup kita dan hidup mereka memiliki ceritanya
masing-masing.
Tapi ingat, orang lain dan diri sendiri, sama-sama kompleks.
Kita sama-sama manusia, dan marilah memanusiakan manusia.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun “@samueldim”
ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!