Siapa yang tugasnya menumpuk?
Aku. Kamu. Kita semua. Hahaha
Manusia memang akan selalu punya tugas yang menumpuk. Aku
sendiri pun selalu merasa tugas demi tugas akan datang setiap saat, dan tidak
akan pernah ada habisnya.
Bagus, tandanya kamu dipercaya oleh orang-orang sekitarmu. Ada
tanggung jawab yang dipercayakan padamu.
Datang tugas, lalu selesaikan. Tiba-tiba datang tugas
selanjutnya.
Tapi kok tidak habis-habis ya?
Salah kitanya, atau salah tugasnya?
Tugas bisa menumpuk.
Contoh sederhana.
Hari ini aku mencuci piring, dan tumpukannya cukup banyak.
Ambil satu piring, bilas, dan cuci. Ambil satu sendok, bilas,
dan cuci. Ambil satu garpu, bilas, dan cuci.
Banyak sekali piring dan peralatan makan yang menumpuk. Aku
pun menghabiskan waktu sekitar 30-45 menit untuk sekadar mencuci.
Lalu aku pun jadi merasa mencuci piring adalah suatu kegiatan
yang buat capek, melelahkan, dan juga suatu hal yang merepotkan.
Tapi menurutku, bukan salah di kegiatannya, tapi salah di
menumpuknya.
Seperti argumenku yang kusampaikan di awal, tugas bisa
menumpuk.
Lalu aku pun teringat.
Aku dulu pernah mencoba mencuci piring setelah makan.
Hasilnya? Efisien.
Hanya membutuhkan waktu 30-45 detik untuk mencuci piring dan
alat makan yang kita gunakan.
Setelah makan, sekalian cuci tangan, lalu sekalian cuci
piring. Selesai, suatu hal yang mudah.
Tidak merepotkan, tidak merasa bahwa ini suatu keharusan
yang sulit.
Dari 30-45 menit, hanya menjadi 30-45 detik saja.
Jadi bukan cuci piringnya yang melelahkan, tapi tumpukan
tersebutlah yang membuat aktivitasnya lebih sulit dan lebih memakan tenaga
untuk diselesaikan.
Penumpukan psikologis.
Jika piring ditumpuk bisa membuat kita lebih lelah di
kemudian hari, terlebih lagi untuk hal-hal yang psikologis?
Kita memiliki suatu tugas, kita tidak kunjung mengerjakan.
Pekerjaan tersebut akan menumpuk dan membuat kita sulit untuk menyelesaikannya.
Karena itu dalam dunia Psikologi, untuk sebuah isu yang
benar-benar kompleks peran Psikolog adalah mencari akar masalahnya.
Misal ada seseorang yang terkena depresi. Maka tugas seorang
profesional yang membantu adalah memetakan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Ada suatu isu yang tidak diselesaikan, berujung pada
penumpukan isu-isu psikologis lain yang membuat munculnya suatu penyakit
psikologis.
Misal begini. Bayangkan kamu memiliki sebuah ujian ataupun
proyek yang besar. Umumnya diselesaikan jangka waktu 1 bulan.
Pilihanmu 2. Satu, mencoba mengerjakan tugas tersebut secara
bertahap. Dua, langsung menyelesaikannya di waktu yang dekat.
Jikalau kamu mencoba mengerjakan secara bertahap, katakanlah
1-3 bulan sebelumnya, kamu bersiap-siap dari lama. Ada kendala, bisa diselesaikan
dengan baik. Maka dari skala 1-10 rasa ‘tidak nyaman’ ataupun rasa ‘cemas’ saat
kamu mengerjakan tugas tersebut ada di angka 3 atau 4.
Tapi bayangkan kalau kamu merasa memiliki banyak waktu, dan
harus prioritaskan tugas lain. Sehingga tugas tersebut kamu lakukan dalam waktu
1 minggu saja. Kamu akan memiliki banyak tekanan dan gangguan psikologis. Maka
dari skala 1-10, rasa ‘tidak nyaman’ ataupun rasa cemas yang dimiliki bisa
meningkat di angka 8 atau 9.
Itu maksudku.
Bahwa penumpukan rasa tanggung jawab membebani kesejahteraan
psikologis.
Emosi yang kita rasakan pun dapat menumpuk.
Bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan meledak.
Karena itu, jikalau ada permasalahan coba diselesaikan satu per-satu,
untuk mencegah penumpukan yang berakibat lebih fatal.
Kesimpulan
"Procrastination makes easy things hard and hard things
harder." - Mason Cooley
Tugas yang sederhana, jikalau dibiarkan menumpuk akan menjadi
semakin sulit.
Dan tugas yang sulit, jikalau dibiarkan menumpuk akan
menjadi lebih sulit lagi.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!