Pagi tadi aku sempat berbincang-bincang dengan mama. Dalam perjalanan kita menuju ke gereja, kami sempat membahas sejumlah orang yang baru saja ditemui.
Kita membahas bahwa si A, B, dan C, baru saja mengalami A,
B, dan C. Lalu juga membahas pandangan orang tua, pandangan anak, serta
pandangan-pandangan yang dimiliki ketika menghadapi suatu hal.
Saat itu membahas soal pendidikan.
“Si A, memutuskan menyekolahkan anaknya si B, karena kalau C
nanti begini-begini-begini,” ungkap mamaku.
Dari situ aku melihat bahwa ada beberapa orang yang jalan
hidupnya sudah ditentukan.
Enak? Belum tentu. Bayangkan misal sekarang anak tersebut
masih berusia 4 tahun, namun SMP dan SMA sudah ditentukan. Kampus tempat ia
berkuliah juga sudah ditentukan.
Hebat. Orang tua yang berpikir jauh tentang anak-anaknya
patut diapresiasi. Sebab, tidaklah mudah untuk berkomitmen dan menyiapkan
jangka panjang.
Namun juga jangan dilupakan, bahwa dalam prosesnya, manusia
dapat mengalami evolusi.
Preferensi bisa berubah setiap saat.
Evolusi selalu terjadi.
Manusia itu dinamis.
Dinamis berarti selalu berubah seiring berjalannya waktu.
Misalnya, kamu sedang menyukai satu lagu. Lama-lama lagu
tersebut akan membosankan buatmu. Mungkin kamu masih suka lagu tersebut, iya.
Tetapi akan tiba masanya 1 minggu kemudian kamu akan bosan.
Di awal-awal kamu mendengar bisa putar 30x dalam sehari.
Namun seiring berjalan waktu, kamu masih suka lagu itu. Tetapi intensitas atau
frekuensi kamu mendengar mungkin tidak sesering dulu. 1 minggu sekali. 1 bulan
sekali, dst.
Lalu kamu akan suka pada lagu lain. Siklus pun berulang.
Sama, kamu akan senang mendengarnya puluhan kali, ratusan kali, sampai tiba
saatnya kamu hanya mendengarnya sebulan sekali.
Tidak ada yang salah. Ini menunjukkan bahwa selera lagumu
sedang mengalami proses evolusi.
Berkembang. Tidak statis untuk selama-lamanya.
Mengenal evolusi psikologis.
Dulu saat SD, aku suka musik klasik. Lama kelamaan saat SMP,
aku senang mendengar lagu Pop. Saat SMA, aku senang mendengar lagu Pop dan
Indie. Saat Kuliah senang mendengar lagu Jazz. Ujung-ujungnya sekarang? Aku
senang mendengar K-Pop.
Saya rasa kita semua pernah mengalaminya.
Perubahan-perubahan kecil itulah yang kusebut sebagai evolusi psikologis.
Dulu kamu suka bermain barbie atau robot-robotan, sekarang
permainanmu berubah.
Dulu kamu punya preferensi pasangan seperti ini dan itu,
sekarang preferensimu berbeda.
Itu evolusi.
Seluruh tubuh dan psikologis kita menghadapi yang namanya
evolusi.
Proses pemecahan masalah. Kreativitas dalam memandang suatu
permasalahan. Kepedulian terhadap satu isu. Logika berpikir. Kerangka kerja.
Dan banyak sekali!
Singkatnya, kita akan terus berevolusi.
Beberapa tahun kedepan mau jadi apa?
Pertanyaan itu bisa jadi mudah ataupun sulit untuk dijawab.
Tergantung masing-masing orang.
Tetapi pada intinya ini, kita harus mempunyai pandangan
ingin jadi apa. Ini terkait dengan perencanaan dan komitmen seseorang.
Sama seperti orang tua yang berharap anaknya masuk ini dan
itu.
Tetapi, jangan lupa bahwa manusia berevolusi.
Keinginanmu juga akan selalu berevolusi.
Aku dulu ingin jadi presiden, tidak jadi. Aku ingin jadi
pilot, tidak jadi.
Namun seiring berjalan waktu pandangan kita akan terus
berkembang. Sehingga kita wajib fleksibel terhadap apapun yang kita rencanakan.
Jangan jauh-jauh, kita cek apa yang baru saja terjadi.
2019-2020 kita dilanda oleh Covid-19. Hasilnya? Karantina selama
bertahun-tahun.
Plan liburan, plan kerja, plan pendidikan bisa jadi gagal.
Karena itu penting untuk memiliki fleksibilitas berdasarkan
evolusi kita.
Kesimpulan
Pada akhirnya, kita tidak akan pernah tahu kedepannya. Boleh
saja kita merencanakan banyak hal.
Tetapi kita juga harus ingat bahwa manusia ber evolusi.
Seharusnya bersifat fleksibel terhadap hasil evolusi psikologis kita.
Kenapa? Karena seiring berjalan waktu cara kita memandang
dunia akan lebih kompleks. Dan cara pandang itulah yang akan membuat kita
survive di dunia yang dinamis ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!