Hari ini aku sedang mengantar mamaku berobat ke Rumah Sakit. Di Indonesia, ketika berobat ke rumah sakit ada alur yang harus kita taati.
Misalnya datang, registrasi, lalu menunggu. Setelah itu akan
diarahkan ke poli terkait. Misal permasalahanmu di telinga, maka ada poli
khusus telinga. Misal permasalahan di kejiwaan, ada poli khusus kejiwaan. Dan
lain sebagainya.
Di setiap rumah sakit ada alur yang berbeda, dan kita harus
menaati alur tersebut. Kenapa? Karena kalau kita ke rumah sakit A, kita ikuti
alur supaya bisa dilayani dengan baik.
Kalau kita ke rumah sakit B, lalu kita komplain: “Kok
begini? Di rumah sakit A alurnya nggak begini?” Akan terlihat aneh, dan bukan
tidak mungkin karyawan rumah sakit B akan marah dan berkata: “Ya kalau gitu
berobat saja di rumah sakit A!” dan lain sebagainya.
Intinya apa yang kusampaikan?
Bahwa di setiap tempat ada alurnya, dan kita harus
menghargai itu.
Alur adalah kebiasaan yang umum dilakukan.
Setiap hal ada yang namanya alur.
Kalau kita bekerja di sebuah perusahaan, akan banyak sekali
alur yang harus dilakukan.
Misalnya alur pengajuan komplain, dimulai dari customer ke
bagian marketing lalu dilanjutkan ke manajer marketing, dan dikomunikasikan ke
lintas divisi.
Misalnya alur rekrutmen karyawan, dimulai dari divisi HR,
membuat iklan, lalu pendaftar akan mengajukan ke HR, lalu mengikuti proses
sampai akhirnya sampai ke divisi yang membutuhkan.
Kalau kita adalah orang tua dan ingin mendaftarkan anak
kita, akan banyak sekali alur juga yang harus dilakukan.
Misalnya alur pendaftaran sekolah, dimulai dari marketing,
lalu masuk ke syarat-syarat administrasi yang harus disiapkan dan lain
sebagainya. Sampai anak masuk dan terdaftar di sekolah.
Semua ada alurnya.
Dan alur ini didasari dari kebiasaan yang umum dilakukan di
suatu tempat.
Direktorat A, memiliki kebiasaan tertentu yang berdampak
pada terciptanya alur di direktorat A. Perusahaan B, memiliki kebiasaan
tertentu yang berdampak pada terciptanya alur di perusahaan B. Dan lain
sebagainya.
Semua memiliki kebiasaan dan alurnya masing-masing.
Restoran, perusahaan, sekolah, universitas, kantor pelayanan publik, pom bensin
dan lain sebagainya.
Semua ada alurnya.
Juga dengan individu.
Kebiasaan berdampak pada alur. Demikian juga kebiasaan yang
dilakukan oleh setiap orang, berdampak pada alur masing-masing.
Saat bangun pagi misalnya, alurku adalah bangun, duduk,
merapihkan kasur, membuka gorden, dan membuka jendela, mengambil handuk dan
pergi ke kamar mandi.
Semua orang punya kebiasaan masing-masing. Semua orang punya
alurnya masing-masing.
Sehingga bukan hal bijaksana jikalau kita menilai alur orang
lain berdasarkan alur kita. Karena mereka dengan pengalamannya, kita dengan
pengalaman kita.
Cara orang bekerja berbeda-beda, dan marilah menghargai itu.
Kamu bekerja dengan caramu, mereka bekerja dengan cara mereka.
Mengukur cara kerja orang berdasarkan cara kerja kita adalah
hal yang konyol, kenapa? Karena kita punya alur masing-masing.
Memang betul ada alur tertentu yang akan lebih ‘efisien’
dibanding alur lain. Tetapi harus selalu bertanya, apakah benar kemudian?
Perlu berhati-hati untuk memberikan evaluasi, karena hal
tersebut akan membentuk persepsi lebih lanjut. Hargailah cara kerja
masing-masing dan alur masing-masing.
Kesimpulan
“But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it
will live its whole life believing that it is stupid.” – Albert Einstein
Translate: Jikalau kamu menilai kualitas ikan dari
kemampuannya memanjat pohon, maka ikan tersebut akan percaya bahwa dirinya
bodoh.
Setiap orang memiliki alurnya masing-masing, dan cara kerja
masing-masing. Hargailah itu.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya!
Jika ada pertanyaan, silahkan tulis di bawah dan mari
berdiskusi!
Semoga kita dalam keadaan baik.
Copyright disclaimer
Segala tulisan ini adalah buah pemikiran dari Samuel Dimas
Suryono (samueldim). Tulisan ini dapat diproduksi dalam bentuk yang berbeda
sesuai ijin dari penulis. Jika anda ingin memproduksi ulang, harap cantumkan
sumber yang jelas bahwa anda terinspirasi oleh “samueldim.com” ataupun
“@samueldim” ataupun “Samuel Dimas Suryono”. Terima kasih!